Rabu, 06 Juni 2012

menjadi pemilih cerdas


MENJADI pemilih cerdas di Pilkada 2012, khususnya untuk pilkada provinsi sangat penting. Mengapa?

Jawaban sederhananya karena pilkada 2012 ini akan menghadirkan kepala pemerintah Aceh yang wajib melakukan koreksi atas kegagalan mewujudkan kestabilan politik demokratik untuk dua hal, terbebasnya praktek kekerasan di periode damai dan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang arahnya semakin bebas dari  tergantung pada APBA
.
Dengan kata lain, kepala pemerintah Aceh terpilih diharuskan melakukan agenda restorasi kepemimpinan Aceh sebagai agenda wajib di tahun pertama. Restorasi kepemimpinan Aceh adalah harmonisasi demokratik semua level kepemimpinan yang ada di Aceh, yakni kepala pemerintah Aceh, DPR Aceh, kepemimpinan adat, dan kepemimpinan agama, sebagaimana termaktub dalam UUPA, untuk satu tujuan, melalui stabilitas politik, pembangunan disegala bidang dilakukan secara sinergis untuk kesejahteraan dan kemajuan bersama.

Sulit membayangkan jika yang terpilih adalah kepala pemerintah Aceh yang menjalankan tradisi kepemimpinan konflik. Memang, lewat program populis akan mudah untuk meraih simpati dan dukungan publik. Tapi, pada saat yang sama konflik politik akan menjadi penyebab hilangnya kontrol sehat atas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Di dalam konflik pula transaksi politik dengan nilai tukar rupiah, fasilitas, dan kesenangan, akan mudah terjadi, dan praktek ini sudah menjadi rahasia umum melibatkan "penguasa negara bayangan" yang kabarnya dikendalikan oleh aktor dan broker di bisnis pertambangan (?)
Sekali lagi, itulah kenapa menjadi pemilih cerdas menjadi sangat penting di pilkada 2012 Aceh, khususnya di pilkada provinsi.

Sayang memang. Karena pilkada Aceh kali ini diwarnai perseteruan yang keras disepanjang musim pilkada maka informasi yang dibutuhkan oleh pemilih untuk mengenali para kandidat dengan cukup tidak tersedia secara memadai. Misalnya, tidak ada publikasi yang cukup terkait rekam jejak para kandidat. Padahal lewat rekam jejak itu pemilih bisa mempertimbangan mana kandidat terbaik dan cocok untuk jangka waktu lima tahun mendatang 2012-2017
.
Sebaliknya, perseteruan politik yang keras justru memunculkan informasi yang tidak cukup kuat untuk dijadikan bahan telaah. Entah disengaja, sehingga perilaku sementara pemilih di pilkada Aceh kedua ini juga belum berubah, yakni memilih atas dasar pertimbangan emosional dan pertimbangan pragmatis sebagaimana pada pilkada 2006.

Bahkan, kali ini muncul satu pertimbangan lagi yang menjadi perilaku pemilih, yakni pertimbangan konflik. Si Anu memilih kandidat A karena alasan sebagai kandidat yang terzalimi  oleh pendukung kandidat lain. Atau, si Anti pilih kandidat B hanya karena kandidat B lah yang bisa melawan kandidat C, misalnya.

Sekarang, waktu menuju bilik suara tidak lama lagi. Tentu tidak ada waktu lagi untuk mengumpulkan informasi rekam jejak para kandidat. Tak cukup membantu juga untuk melakukan dialog mendalam dengan kandidat gubernur/wakil gubernur atau dengan tim sukses mereka. Pada saat-saat terakhir, biasanya rasionalitas pesan sudah rendah. Jadi tidak cukup membantu untuk sebuah telaah kandidat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar