Kamis, 14 Juni 2012

UJIAN MEDIA JURNALISTIK

KASMIN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SEKOLAH             : SMA Kartika Kendari
MATA PELAJARAN    : Bahasa Indonesia
KELAS             : X
SEMESTER             : 1
ALOKASI WAKTU        : 2 x 45 Menit

NOKOMPETENSI DASARINDIKATORTUJUAN PEMBELAJARANSKENARIO PEMBELAJARAN
1
  • .Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/rekaman.
  • Kognitif
    Proses
    Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
  • Kognitif
    Proses
Setelah membaca cerpen yang disajikan, siswa diharapkan mampu menemukan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen
  1. PERTEMUAN I
A1    Kegiatan awal (10 menit)
  •     Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan keadaan siswa yang tidak hadir.
  •     Guru memberi motivasi kepada siswa.
  •     Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
  •     Guru melakukan apersepsi dengan bertanya mengenai pengetahuan siswa tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra
2.
  • Produk
    Menentukan unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
    Menjelaskan maksud unsur intrinsik cerpen
  • Produk
Setelah membaca dan membahas hasil pencapaian tujuan proses di  atas, siswa diharapkan mampu menuliskan kembali unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan.
B1    Kegiatan inti (25 menit)
  •     Siswa membentuk kelompok antara 4-5 orang per kelompok.
  •     Guru memberi penjelasan tentang kinerja yang akan dilakukan siswa pada saat menyimak cerita yang akan disampaikan.
  •     Siswa mendengarkan/menyimak cerita pendek yang sudah disediakan oleh guru, yang akan dibacakan oleh teman secara bergantian.
  •     Secara berkelompok siswa berdiskusi mengenai unsur intrinsik di dalam cerpen kemudian mengidentifikasi dan menuliskan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen.
  •     Setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk menyampaikan secara lisan hasil diskusi secara runtut dan jelas di depan kelas.
  •     Siswa bertanya jawab/menanggapi informasi yang didengar/disimak dengan bahasa dan alasan yang rasional dan logis.               
3.
  •   Psikomotor
    Menyampaikan unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan di dalam cerpen
    Menanggapi penjelasan tentang unsur-unsur yang ditemukan oleh teman.
  • Psikomotor
Secara berkelompok siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik cerpen yang disediakan dalam LKS 1: psikomotor.
C1    Kegiatan akhir (10 menit)
  •     Guru dan siswa melakukan refleksi tentang pembelajaran hari ini.
  •     Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini.
  •     Guru memberi tugas kepada siswa kemudian pembelajaran ditutup dengan salam.
               
4.
  •   Afektif
    Karakter
    Kerja sama
    Teliti
    Tanggap
  • Afektif
    Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperhatikan kemajuan dalam perilaku seperti kerja sama, teliti dan tanggap.

Pengertian Pendidikan

Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk mengatahui  definisi pendidikan  dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran  utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.
1. Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual).  Oleh karena itu, di setiap level manapun,  kegiatan pendidikan harus  disadari dan direncanakan, baik dalam tataran  nasional (makroskopik),  regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun  operasional (proses pembelajaran  oleh guru).
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas),  pada dasarnya setiap kegiatan  pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI  No. 41 Tahun 2007.  Menurut Permediknas ini bahwa  perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok pikiran yang kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran.  Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).  Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini, saya menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.  Selain itu, saya juga  melihat  ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan  suasana  belajar, dan (b) mewujudkan  proses pembelajaran.
a. Mewujudkan  suasana  belajar
Berbicara tentang  mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar,  diantaranya  mencakup: (a)  lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.
Baik lingkungan  fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan guru  dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator  belajar siswa .
b. Mewujudkan  proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan  pra kondisi  agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana  mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut  untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian  pembelajaran (lihat  Permendiknas RI  No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak  sebagai seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran,  proses pembelajaran pun seyogyanya  didesain agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi  pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator  belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus  menggambarkan  pula  tujuan pendidikan nasional kita , yang  menurut hemat saya sudah  demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan  diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga  dari definisi pendidikan  ini  maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru.
Selanjutnya  tujuan-tujuan  tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan  di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan  pembelajaran yang  dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan  pada tataran operasional  memiliki arti yang strategis  bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan  uraian di atas,  kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang  tertuang  dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya  tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,  tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang  siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa  peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.
===============
Begitulah pemahaman sederhana saya tentang apa itu pendidikan, dalam perspektif kebijakan. Saya berharap kiranya Anda dapat melengkapi dan menyempurnakan pemahaman saya  ini, melalui forum komentar yang tersedia di bawah

Pendekatan Pendidikan

Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).
1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1) sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien; (4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa; (6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang terus semakin berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.
2. Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan pragmatisme (Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan filsafat pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut. Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1) perenialisme; (2) esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati, 2003).
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam, World Conference on Muslim Education (Hasan Langgulung, 1986) merumuskan bahwa : “ Education should aim at balanced growth of the total personality of man through Man’s spirit, intelellect the rational self, feelings and bodily senses. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spirituals, intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim Education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large.”
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.
Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. (selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam)
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner
Sumber:
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI Bandung.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek

Perubahan Perilaku

Teori Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat terjadi melalui proses belajar. Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu. Dalam proses belajar ada tiga unsur pokok yang saling berkaitan yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) (Notoatmojo: 1993). Individu atau masyarakat dapat merubah perilakunya bila dipahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berlangsungnya dan berubahnya perilaku tersebut.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam individu sendiri yang disebut faktor intern dan sebagian terletak di luar dirinya yang disebut faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan.
• Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
• Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. (Notoatmodjo: 2007)

Teori Perubahan Perilaku

a. Teori S-O-R
• Perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus-Organisme-Respon
• Perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau memperbanyak rangsangan (stimulus).
• Perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran (learning process).
• Materi pembelajaran adalah stimulus.
Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R:
1) Adanya stimulus (rangsangan): diterima atau ditolak
2) Apabila diterima (adanya perhatian) dan mengerti (memahami) stimulus.
3) Subyek (organisme) mengolah stimulus dan hasilnya berupa kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus serta bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas.

b. Teori “Dissonance” : Festinger
• Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil.
• Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang tersebut akan terjadi ketidakseimbangan (dissonance).
• Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru, dan akhirnya kembali terjadi keseimbangan.

c. Teori Fungsi: Katz
• Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu, stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek).
• Prinsip teori fungsi:
1) Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek)
2) Perilaku merupakan pertahanan diri dalam menghadapi lingkungan
3) Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons terhadap gejala sosial)
4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi (marah, senang).

d. Teori “Driving forces”: Kurt Lewin
• Perilaku merupakan keseimbangan antara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restraining forces).
• Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut.
• Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku:
1) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan tetap.
2) Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun.
3) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

METOPEL

Metode Penelitian  adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

1.    Cara Ilmiah, berarti kegiatan penelitian ini didasarkan pada ciri ciri keilmuan. Yaitu rasional, empiris, sistematis.
a.    Rasional masuk akal secara nalar oleh manusia.
b.    Empiris, cara2 yang dilakukan dapat diamati oleh manusia, sehingga orang lainpun bisa melakukan pula.
c.    Sistematis, prosesnya tertentu, langkahnya logis.

2.    Data, data hasil penelitian adalah data empiris (teramati), mempunyai kriteria valid. Valid, adalah penunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya yang terjadi pada obyek penelitian. Untuk mendapatkan data yang valid maka perlu adanya pengujian (a) reliabilitas dan (b) obyektivitas.
a.    reliabilitas, adalah konsistensi atau keajegan data dalam waktu interval tertentu.
b.    Obyektivitas, kesepakatan antar banyak orang terhadap suatu obyek yang sama.

3.    Tujuan suatu penelitian yaitu yang berifat (a) penemuan (b) pembuktian (c) pengembangan.
a.    Penemuan,  Data yang diperoileh memang betul2 sebelumnya belum ada atau belum pernah diketahui.
b.    Pembuktian, data yang diperoleh dipergunakan untuk pembuktian terhadap informasi atau pengetahuan yang ada.
c.    Pengembangan, data untuk melengkapi  atau memperdalam pengetahuan yang telah ada.

4.    Kegunaan tertentu,  data dan informasi tersebut digunakan untuk (a) memahami, (b) memecahkan dan (c) mengantisipasi masalah.
a.    memahami, memahami atau memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tahu.
b.    Memecahkan, berarti meminimalkan atau menghilangkan masalah.
c.    Mengantisipasi, berarti mengupayakan agar masalah tidak terjadi


Kesimpulan. Metode penelitian sosial dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang validdengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisdipasi dalam bidang sosial.


B.    JENIS JENIS PENELITIAN

1.    Jenis2 penelitian antara lain dapat dikelompokkan (kelompok ke I) sbb (a) penelitian akademik (b) Penelitian profesional /pengembangan ilmu (c) penelitian institusional atau kebijakan atau pengambilan keputusan.
a.    Penelitian akademik, suatu penelitian edukatif  dengan basic cara betul, variabel dan sistem analisa terbatas pula misal : skripsi, tesis dan disertasi.
b.    Penelitian profesional, tujuannya mendapatkan pengetahuan baru, (Dosen, peneliti dll) variabel lengkap, analias sesuai keperluan, valid, reliable
c.    Penelitian kebijakan. Untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan pengembangan lembaga, dengan penekanan validitas eksternal, variabel lengkap, analisis sesuai dengan keperluan.

Misi

isi program studi
"Menjadikan tenaga bidan  profesional dan adaptif terhadap perubahan"

Misi program studi
1.    Menyiapkan SDM Kebidanan yang menjadi Anggota Masyarakat yang Memiliki Kemampuan Akademik yang professional sehingga mampu mnerapkan, mengembangkan, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan keterampilan kebidanan dan penyakit kandungan.
2.    Menghasilkan SDM kebidanan Yang Berdisiplin dan berbudi yang Luhur.
3.    Membantu Pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja mandiri, terampil, dan berkualitas.
4.    Menggerakkan Pembangunan Kesehatan yang berazaskan pemanfaatan sumber daya manusia secara berkesinambungan untu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
5.    Mempersiapkan tenaga bidan yang profesional dan adaftif terhadap perkembangan tehnologi dan kebutuhan layanan kebidanan masyarakat.

Tujuan program studi
Ø  Tujuan Umum :
Tujuan Umum Institusi Program Studi Diploma III Kebidanan Akademi Kebidanan Armina Centre Panyabungan di Propinsi Sumatera Utara yakni menyelenggarakan pendidikan Program Diploma III Kebidanan dengan melaksanakan Tri Dharma Perguruam Tinggi serta mengembangkan pendidikan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ø  Tujuan Khusus :
Tujuan Khusus Pendirian Program Studi Diploma III Kebidanan Akademi Armina Centre Panyabungan sebagai berikut:
1.    Mendidik Mahasiswa melalui proses pendidikan untuk menghasilkan tenaga Kebidanan yang profesional serta memiliki skill dan sikap etis dalam mengembangkan tugas dan tanggung jawab.
2.    Mempertahankan mutu pendidikan pada taraf yang tinggi melalui kerjasama dengan institusi dan PT lain khususnya Institusi yang sejenis.
3.    Mengembangkan fungsi Institusi sebagai sumber informasi dan inovasi bagi  pengembangan pendidikan Kebidanan dalam pengembangan pelayanan kesehatan.

Tugas bidan

Bahan Makalah Pengertian dan Tugas Bidan
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International  Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional (Kongres ICM). Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
Untuk Indonesia pengertian bidan sama dengan definsi diatas, menurut Kepmenkes no.900/Menkes/SK/VII/2002 “Bidan” adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.


Pidato Narkoba

Assalamu’alaikum Wr Wb
Yang terhormat kepala sekolah
Yang saya hormati Bapak/Ibu Guru serta staf Tata Usaha
Dan teman-teman yang saya cintai

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya sehingga kita dapat berkumpul disini dan pada hari ini saya akan menyampaikan pidato tentang Narkoba.

Di Indonesia jumlah pengguna narkoba begitu besar, karena lemahnya penegakan hukum di Indonesia para pengedar internasional dapat bekerja sama dengan warga negara Indonesia dan memperoleh keuntungan yang besar. Penyalahgunaan Narkotika dan zat aditif lainnya itu tentu membawa dampak yang luas dan kompleks. Sebagai dampaknya antara lain perubahan perilaku, gangguan kesehatan, menurunnya produktivitas kerja secara drastis, kriminalitas dan tindak kekerasan lainnya.

Penyalahgunaan narkoba dapat dicegah melalui program-program diantaranya mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, tidak bergaul dengan pengguna atau pengedar narkoba, tidak mudah terpengaruh ajakan atau rayuan untuk menggunakan narkoba. Pengguna narkoba biasanya lebih didominasi oleh para remaja dan anak sekolah.

Sekolah juga memberikan penyuluhan kepada para siswa tentang bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkoba melalui Guru BP, diskusi yang melibatkan para siswa dalam perencanaan untuk intervensi dan pencegahan penyalahgunaan narkoba di sekolah. Program lain yang cukup penting adalah program waspada Narkotika dengan cara mengenali ciri-ciri siswa yang menggunakan narkoba, mewaspadai adanya tamu yang tak dikenal atau pengedar, melakukan razia dadakan.

Biasanya pengedar maupun pemakai di sekolahh telah paham betul program-program disekolah untuk pencegahan pengguna atau pemakai disekolah, mereke tentu saja mengantisipasinya dengan sebaik yang mereka bisa. Sepintar apapun kiat mereka, ibarat sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Jurus-jurus jitu menghindari deteksi sekolah memang mereka kuasai, tapi mengingat sifat narkoba yang adiktif dan menutut dosis yang lebih tinggi maka disiplin cara aman akan terkuak juga

Untuk itu marilah kita hindari dan jauhi serta ikut memberantas penggunaan narkoba. Demikianlah pidato yang dapat saya sampaikan apabila ada kesalahan dalam bertutur kata, saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih dan saya akhiri.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb..

Pidato Menjadi Bidan

PIDATO MENJADI BIDAN ADALAH PILIHANKU

Assalamu’alaikum Wr Wb
Yang terhormat ketua yayasan
Yang saya hormati Bapak/Ibu dosen
Dan teman-teman yang saya cintai

    Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya sehingga kita dapat berkumpul disini dan pada hari ini saya akan menyampaikan pidato tentang Menjadi Bidan Adalah Pilihanku.
Hadirin yang saya hormati,
    Bidan adalah Seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan ( post partum period ), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Seorang bidan sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat karana ia mampu menerapakan ilmu kebidanan dalam kehidupan masyarakat. Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab seorang bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil,persalinan, nifas bayi stelah lahir serta KBm erupakan suatu bentuk aspirasi bidan terhadap masyarakat. penerapan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga
medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang ttua, dan
asuhan anak. Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.
    Bidan sebagai tenaga pemberian pelayanan kebidanan,
pelayanan KB dan pelayanan kesehatan masyarakat harus menyiapkan
diri untuk. Keikutsertaan suami pasien dalam kelahiran, dan menjaga
mutu pelayanan kebidanan.
Hadirin yang saya hormati,
    Kebidanan adalah profesi yang peduli terhadap peningkatan kesehatan perempuan, berfokus pada kesehatan reproduksi dan pemahaman sepanjang siklus kehidupan perempuan atau dengan pendekatan yang bersifat holistik (Sofyan, 2001).
Menjadi adalah pilihanku karena ia mempunyai misi terhadap sumber daya manusia bahkan bagi bangsa dan negara. Adapun misinya yaitu:
1.    Menyiapkan SDM Kebidanan yang menjadi Anggota Masyarakat yang Memiliki Kemampuan Akademik yang professional sehingga mampu mnerapkan, mengembangkan, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan keterampilan kebidanan dan penyakit kandungan.
2.    Menghasilkan SDM kebidanan Yang Berdisiplin dan berbudi yang Luhur.
3.    Membantu Pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja mandiri, terampil, dan berkualitas.
4.    Menggerakkan Pembangunan Kesehatan yang berazaskan pemanfaatan sumber daya manusia secara berkesinambungan untu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
5.    Mempersiapkan tenaga bidan yang profesional dan adaftif terhadap perkembangan tehnologi dan kebutuhan layanan kebidanan masyarakat.
Untuk itu saya sangat bangga terhadap profesi bidan dan itu merupakan alasan saya memilih menjadi seorang bidan.
    Demikianlah pidato yang dapat saya sampaikan apabila ada kesalahan dalam bertutur kata, saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih dan saya akhiri.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb..



Falsafah Kebidanan

Falsafah Asuhan Kebidanan
Falsafah atau filsafat berasal dari bahasa arab yaitu
“ falsafa ” (timbangan) yang dapat diartikan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya. (Harun Nasution, 1979)

Menurut bahasa Yunani “philosophy“berasal dari dua kata yaitu philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijkasanaan, pengetahuan, pengalaman praktis, intelegensi). Filsafat secara keseluruhan dapat diartikan “ cinta kebijaksanaan atau kebenaran.”

Falsafah kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan. Falsafah kebidanan tersebut adalah :
1. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang – Undang maupun peraturan pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan professional dan secara internasional diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM), FIGO dan WHO.
2. Tugas, tanggungjawab dan kewenangan profesi bidan yang telah diatur dalam beberapa peraturan maupun keputusan menteri kesehatan ditujukan dalam rangka membantu program pemerintah bidang kesehatan khususnya ikut dalam rangka menurunkan AKI, AKP, KIA, Pelayanan ibu hamil, melahirkan, nifas yang aman dan KB.
3. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya.
4. Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan dan menopause adalah proses fisiologi dan hanya sebagian kecil yang membutuhkan intervensi medic.
5. Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.
6. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
7. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga yang membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
8. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan pelayanan kesehatan.
9. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
10. Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang professional dan interaksi social serta asas penelitian dan pengembangan yang dapat melandasi manajemen secara terpadu.
11. Proses kependidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian berlangsung sepanjang hidup manusia perlu dikembangkan dan diupayakan untuk berbagai strata masyarakat

Bidan

Pengertian bidan adalah :
Seseorang yang telah menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan ( post partum period ), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.

Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktik di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat lainnya.

5. Pengertian Bidan Indonesia :
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan

Wacana

WACANA
    Kursi mewah yang banyak dipakai di hotel, vila, dan rumah-rumah mewah di luar negeri itu berasal dari Cirebon. Barang itu merupakan hasil karya tangan dan jiwa seni anak-anak desa di daerah Cirebon. Dengan alat-alat sederhana, para pengrajin memotong-motong rotan. Kemudian, menciptakan berbagai bentuk macam kerangka kursi dan meja. Setelah kerangka itu  diampelas, lalu dipasang anyaman penggati rotan yang terbuat dari kertas semen. Kertas semen itu dipilin-pilin menjadi seutas tali, lalu dianyam. Tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus kertas semen. Dengan demikian, terbentuklah anyaman tali kertas seperti lembaran kertas yang disebut loom. Bahan baku berupa lembaran anyaman kertas ini masih didatangkan dari eropa.

1.    Wacana di atas merupakan Wacana Prosedural, karena wacana di atas menceritakan proses pembuatan meja dan kursi mewah yang terbuat dari rotan. Dan sesuai ciri wacana prosedural bahwa wacana di atas peristiwa yang dilukiskan tidak terikat dengan unsur waktu. Adapun langkah-langkah pembuatan kursi dan meja itu adalah
a.    Memotong-motong rotan,
b.    Menciptakan berbagai bentuk macam kerangka kursi dan meja,
c.    Mengampelas kerangka kursi dan meja,
d.    Memasang anyaman penggati rotan yang terbuat dari kertas semen,
e.    Kertas semen itu dipilin-pilin menjadi seutas tali,
f.    Tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus kertas semen, dan
g.    Terbentuklah anyaman tali kertas seperti lembaran kertas.
2.    Konteks wacana di atas akan dikaji menurut Halliday, karena konteks wacana di atas tidak sesuai dengan pendapat Del Hymes yang mengemukakan enam unsur pembentuk wacana. Dari keenam unsur itu, ada beberapa unsur yang tidak ada dalam wacana di atas. Di antaranya, ends (hasil), amanat (message), dan tidak menampakkan norma percakapan. Oleh karena itu, wacana di atas akan dianalisis konteksnya menurut pendapat Halliday, bahwa konteks wacana itu ada tiga, yaitu:
a.    Medan wacana di atas adalah proses pembuatan kursi dan meja mewah.
b.    Pelibat wacananya adalah perajin anak-anak desa di daerah Cirebon.
Hubungan mereka dengan wacana di atas karena mereka yang membuat meja dan kursi mewah.
c.    Sarana wacananya adalah bersifat tulisan. Karena tidak ada dialog dalam wacana itu.
3.    Tema : Barang mewah di luar negeri berasal dari Cirebon.
Topik : proses pembuatan kursi mewah
Judul : Perajin Cirebon Pembuat meja dan kursi mewah.

Metode Penelitian

METODE PENELITIAN
A.    Waktu  dan Tempat  Penelitian
Penelitian akan di laksanakan mulai bulan April sampai  bulan Mei tahun 2012 bertempat di Kecamatan  Kabawo Kabupaten Muna.
B.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah sebagaimana yang dikemukakan oleh Helius Syamsudin (1996: 67-187).
Penelitian sejarah mempunyai empat tahap, yaitu: (1) heuristik (pengumpulan data), (2) kritik sumber (analisa data), (3) interpretasi data (penafsiran data), (4) historiografi (penyusunan data).
Mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Helius Syamsudin tersebut, maka dalam penelitian ini telah melalui prosedur atau  tahapan-tahapan kerja sebagai berikut:
1.    Heuristik (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini penulis berusaha mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian ini dengan menempuh langkah-langkah:
a.    Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu sumber  yang diperoleh atau  melalui buku-buku relevan ,skripsi yang relevan dengan objek permasalahan yang dikaji dalam hasil penelitian.
b.    Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu dengan cara:
1)    Pengamatan (Observasi) yaitu sumber yang diperoleh melalui pengamatan terhadap objek yang diteliti yaitu transportasi.
2)    Wawancara (Interview) yaitu sumber yang diperoleh sebagai peneliti melalui tanya jawab langsung dengan para informan yang terdiri dari tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang banyak mengetahui perkembangan transportasi darat di Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna.
2.    Kritik Sumber (Analisis  Data)
Pada tahap ini peneliti melakukan penilaian terhadap sumber yang telah terkumpul khususnya sumber yang masih digunakan otensitasnya dan kredibilitas (kebenaran) sumber yang telah terkumpul tersebut, peneliti melakukan kritik sumber yakni:
a.    Kritik Ekstern
Pada tahap ini  penulis   melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “Luar” dari sumber sejarah. Sebelum   semua kesaksian yang berhasil dikumpul oleh penulis   dapat  digunakan untuk   merekonstruksi masa lalu maka terlebih  dahulu melakukan pemeriksaan   yang ketat terhadap sumber  sejarah. Pemeriksaan  yang ketat ini  mempunyai alasan yang kuat sehubungan    dengan    beberpa   sumber yang telah dibuktikan palsu, dalam penelitian atau investigasi yang dilakukan telah ditemukan bahwa sumber-sumber itu telah dipalsukan atau dibuat-buat. Beberapa sumber lain, ternyata dengan berbagai alasan telah memberikan kesaksian yang tidak dapat diandalkan, aspek ekstren dari suatu sumber, artinya sumber adalah berkaitan dengan persoalan apakah sumber itu memang merupakan sumber, artnnya sumber sejati yang kita buktikan.Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis telah berhasil mengumpulkan sumber-sumber yang benar sumber sejarah.
b.    Kritik Intern
Pada tahap ini menekankan aspek “dalam” yaitu diisi dari sumber: kesaksian (testimoni). Kemudian penulis mengadakan penelitian terhadap kesaksian itu, apakah kesaksiaan itu dapat diandalkan (reliable) atau tidak, dengan cara mengajukan pertanyaan pokok yaitu:
1)    Apakah saksi dalam memberikan kesaksian mampu menyatakan? Hal ini menyangkut     untuk  menyatakan kebenaran.
2)    Apakah saksi mau menyatakan kebenaran? Hal ini menyangkut kemauan atau kejujuran untuk menyatakan kebenaran
3)    Apakah saksi melaporkan secara akurat mengenai detail yang sedang diuji? Hal ini  menyangkut tingkat akurasi laporan.
4)    Apakah ada pendukung (koroborasi) secara merdeka terhadap detail yang sedang di periksa? Hal ini menyangkut dukungan sumber lain tentang informasi yang sama.
Setelah empat pertanyaan pokok tersebut diatas, maka penulis dapat memberikan   kebenaran dari sumber sejarah.
3.    Interpretasi (Penafsiran Data)
Pada tahap ini peneliti memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah diverifikasi. Penafsiran sumber dilakukan dengan cara:
a.    peneliti mendapatkan kebenaran fakta ynag Analisis (Menguraikan) yaitu peneliti menguraikan isi, sumber, berdasarkan sumber dan fakta yang berhasil dihimpun dan telah lolos dari verifikasi serta sudah di interpretasikan sehingga sesuai dengan kenyataan di lapangan.
b.    Sintesis (Menyatukan) yaitu memberikan penafsiran sumber dengan cara menghubung-hubungkan antara sumber satu dengan sumber yang lainnya sehingga didapatkan fakta sejarah yang dipercaya secara ilmiah.
4.    Historigrafi (Penyusunan Data)
Penyusunan data merupakan  tahap akhir dari seluruh rangkaian penelitian sejarah. Pada tahap peneliti berusaha menulis hasil-hasil penelitian yang mengutamakan aspek kronologi yang sistematis berdasarkan sumber dan fakta yang berhasil dihimpun dan lolos dari verifikasi serta memudahkan untuk menginterpretasikan sehingga menjadi karya tulis ilmiah.
C.    Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian yang digunakan oleh peneliti terbagi dalam tiga bagian yaitu sumber lisan, sumber tertulis dan sumber visual.
1.    Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh melalui keterangan lisan (wawancara) kepada aparat  pemerintah, tokoh masyarakat dan pemilik mobil yang dianggap dapat memberikan  informasi tentang obyek yang diteliti.
2.    Sumber tertulis, yaitu data yang berupa hasil penelitian menyangkut transportasi baik darat, laut maupun sungai, selain itu diperoleh melalui telah buku-buku atau literatur-literatur serta majalah-majalah ilmiah  yang mendukung data dalam penyusunan penelitian ini.
3.    Sumber visual, (benda) yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengamatan terhadap benda-benda seperti sepeda, becak, motor dan mobil yang dipergunakan sebagai sarana transportasi darat Kecamatan Kabawo.


Penelitian Terdahulu

E.    Penelitian Terdahulu
Zainudin dalam penelitiannya mengenai perkembangan terminal Boepinang sebagai pusat transportasi darat di Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana  lebih spesifik membahas mengenai terminal  sebagai  pusat  transportasi darat  Kecamatan Poelang.
Dalam uraian penelitiannya dia menguraikan  sejarah Terminal Boepinang Bagaimana perkembangan Terminal Boepinang, arus penumpang dan barang keluar masuk di terminal Boepinang,  aktivitas lain terminal Boepinang.
Penelitian  yang ditulis oleh Sarman (2008) dengan judul “Perkembangan Transportasi di Sungai Konaweeha dan  DampaknyaTerhadap  Masyarakat Desa Anggopiu Kecamatan Uepai Kabupaten  Konawe.”Penulis berusaha  mengungkap latar belakang  munculnya transportasi Sungai Konaweeha di Desa Anggopiu, Perkembangan  transportasi Sungai Konaweeha di Desa Anggopiu, Dampak perkembangan  transportasi Sungai Konaweeha terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Anggopiu.
Penelitian lain yang ditulis oleh Ismail (2009) dengan  judulnya “Tinjauan Sejarah Perkembangan Transportasi Laut  Masyarakat  di Kecamatan Rumbia Kabupaten Bombana”.Dalam  uraian penelitiannya dia lebih  menekankan pada jaringan transportasi laut dengan menggunakan transportasi  yang sifatnya masih sederhana (tradisional) antara lain  sampan (koli-koli) dan  perahu layar (Sope dan Boti) baik  menggunakan  layar  maupun  sudah menggunakan  tenaga mesin  dan kapal Super Jet (modern).

manfaat

Fungsi  dan manfaat transportasi darat adalah sebagai berikut:
1.    Fungsi transportasi darat yaitu:
Pengangkutan atau transportasi berfungsi sebagai faktor penunjang dan perangsang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi. (Nasution  2004: 20).
2.    Manfaat transportasi darat yaitu:.
a.    Manfaat  pengangkutan
Manfaat transportasi dapat dilihat dari segi kehidupan masyarak,at Manfaat-manfaat tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa segi kehidupan yaitu manfaat transportasi dari segi ekonomi, sosial, politik dan keamanan.
b.    Manfaat Ekonomi
Kegiatan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, Pengangkutan adalah salah satu alat bantu untuk pemenuhan kebutuhan manusia serta meningkatkan ekonomi masyarakat.
c.    Manfaat Sosial
Transportasi sangat membantu dalam hubungan sosial, transportasi menyediakan banyak fasilitas, dalam hal ini, transportasi dapat mempermudah penyampaian informasi, perjalanan untuk rekreasi, pendekatan jarak rumah ke tempat berinteraksi seperti kantor, sekolah serta menyediakan pelayanan untuk individu maupun kelompok
d.    Manfaat politik dan Keamanan
Sistem pengangkutan yang aman dan nyaman akan memudahkan pengguna transportasi, mereka tidak akan takut untuk melakukan mobilitas siang ataupun malam, kelengkapan jalan, kenyamanan pengangkutan umum, tentu akan meningkatkan minat pengguna transportasi, serta meningkatkan nilai positif wilayah tersebut. Adanya sistem pengangkutan meningkatkan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dengan meluasnya pemenuhan kebutuhan hingga ke pelosok, sistem pengangkutan yang efisien memungkinkan negara memindahkan atau mengangkut penduduk dari daerah yang terkena bencana, atau mendstribusikan bantuan untuk keperluan warga yang sedang terkena bencana alam. (Http://Repository,upri,edu/operator/s.geo 060038 chapter2).

Transportasi Darat

D.    Fungsi Transportasi Darat

Transportasi darat adalah segala bentuk transportasi menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang. Bentuk awal dari transportasi darat adalah menggunakan kuda, keledai atau bahkan manusia untuk membawa barang
melewati jalan setapak. Seiring dengan berkembangnya perdagangan, jalan diratakan atau dilebarkan untuk mengakomodir aktivitas.
Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaraan lalu lintas di darat. Lancarnya lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan perekonomian suatu daerah.guna menunjang kelancaranperhubungan darat pembangunan dan perbaikan jalan terus dilakukan.
Fungsi transportasi darat sebagai salah satu sub sektor pembangunan akan semakin merata keseluruh wilayah tanah air bilamana penyebaran dan pengembangan sarana dan prasarana fasilitas tersedia untuk dimanfaatkan sebaik mungkin dalam kehidupan suatu daerah atau wilayah. Aktivitas transportasi merupakan sebagian vital yang mampu mempengaruhi kegiatan perdagangan dan memperlancar arus lalulintas dari satu daerah ke daerah lain, jaminan dari kegiatan-kegiatan transportasi dapat dilihat pada:
1.    Penyedian barang  yang tepat waktu
2.    Keadaan dan mutu barang yamg tepat dan sesuai kebutuhan masyarakat 
3.    Harga bahan dan barang menjadi stabil dan terjangkau
Fungsi transportasi darat dapat dikelompokan beberapa bagian yaitu:
1.    Fungsi tansportasi dalam peradaban manusia
Perkembangan peradaban manusia akan tergambar jelas dari perkembangan aktivitas sosial ekonominya. Pada zaman ini kebutuhan hidup makin beragam dan objek pemuas kebutuhan terpencar serta gaya hidup manusiapun telah cenderung menetap, maka transportasi dan peningkatan teknologinya makin diperlukan.
2.    Fungsi  transportasi dalam  bidang  ekonomi
Transportasi, seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa transportasi dengan segala kinerja dan perkembangannya telah mengingkatkan produktivitas manusia, produktivitas dalam hal produksi serta peningkatan mobilitas pemasaran sehingga meningkatkan keuntungan dan kesejahteraan. Sumber daya alam adalah kebutuhan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup ataupun untuk mencari penghasilan. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh permukaan bumi, tak ada satu lokasi di bumi yang dapat memenuhi suatu kebutuhan akan sumber daya alam pada satu lokasi. Sehingga diperlukan alat transportasi untuk mengakses kebutuhan tersebut. Selain itu, transportasi juga meminimalkan jarak sehingga menekan biaya pengeluaran dalam suatu produksi dan meningkatkan efisiensi waktu.
3.    Fungsi transportasi dalam  bidang sosial
Perkembangan transportasi dalam bidang sosial mengakibatkan bertambahnya luasan kegiatan manusia. Transportasi juga telah menimbulkan perubahan-perubahan meski perubahan tersebut bernilai negatif  misalnya adalah perbedaan kasta masyarakat yang dilihat dari kepemilikan alat transportasi, orang yang memiliki kendaraan mobil akan dipandang lebih ‘tinggi’dari pada orang yang hanya memiliki kendaraan motor. Orang-orang yang biasanya berkendaraan atau perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang statusnya lebih tingi di masyarakat dari pada orang yang hanya mampu menggunakan bus antar kota.
Pentingnya aksesibilitas dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi juga mempengaruhi suatu pola perumahan, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permukiman di Indonesia yang memiliki pola linier sepanjang jalan. Perumahan yang lokasinya dekat dengan akses jalan juga nilainya lebih tinggi dari pada rumah yang jauh dari jalan.
Transportasi yang dapat menyebabkan terjadinya suatu mobilitas, mobilitas tersebut dapat berupa perpindahan manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya untuk berpindah tempat tinggal, dengan adanya mobiltitas tersebut maka akan ada percampuran suku dan budaya yang berbeda dalam suatu wilayah, orang-orang akan saling menghormati dan saling mengenal budaya atau suku yang berbeda.
4.    Fungsi transportasi dalam  bidang politik
Transportasi menjadi suatu alat yang sangat penting bagi suatu pemerintahan untuk mengirimkan pasukan dari pusat pemerintahan atau pusat keamanan dalam suatu situasi tertentu. Sistem transportasi di suatu wilayah akan mencerminkan kinerja dari pemerintah di wilayah tersebut. Jaringan transportasi yang buruk, keamanan transportasi yang tidak aman, sistem transportasi yang kacau serta kualitas alat perangkutan umum yang rendah mencerminkan kinerja pemerintahan yang buruk dalam menangani tatanan transportasi seara menyeluruh di wilayah tersebut dan begitu pula sebaliknya, ketika dalam suatu wilayah sistem transportasinya telah tertata jaringan transportasi yang baik, keamanan yang terjamin serta alat-alat pengangkutan umum yang nyaman maka kinerja pemerintahannya dinilai cukup baik dalam menangani masalah-masalah transportasi di wilayah tersebut.
Transportasi memang memegang pengaruh yang dominan dalam suatu perputaran politik tapi politik juga memegang pengaruh yang cukup dominan dalam keberlanjutan suatu sistem transportasi dalam suatu wilayah, bagaimana pemerintah menentukan kebijakan-kebijakan dalam hal pngangkutan atau bagaimana pemerintah memberikan fasilitas transportasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Pada akhirnya, politik akan mempengaruhi kualitas sistem transportasi serta segala elemen-elemen transportasi di dalamnya.
Secara umum fungsi transportasi darat adalah  untuk memberikan kemudahan dalam segala aktivitas masyarakat, kemudahan (aksesibilitas) ini diartikan sebagai mudahnya tempat tujuan walaupun  jauh jaraknya. Kemudahan ini dapat menyangkut berbagai aspek kegiatan, seperti mudahnya faktor-faktor produksi didapatkan, mudahnya informasi menyebar, mudahnya penduduk bergerak (mobilitas tinggi). Untuk menimbulkan kemudahan ini tentu segala elemen utama transportasi harus ditingkatkan secara serentak (bersama-sama) seperti membuka jalan baru tentu sarana kendaraannya harus diadakan dan pengelolaan pun harus berjalan, masih belum mencapai tingkat kemudahan kalau hanya jalannya saja dibangun, begitu pula sebaliknya. Hal yang lebih penting lagi kemudahan ini juga menyangkut tingkat kesejahteraan(pendapatan) masyarakat karena mustahil orang akan mudah bergerak (mobilitas) kalau pendapatan nol .

Konsep Gerak

C.    Konsep Gerak Perkembangan Transportasi

Sejarah transportasi berkembang dengan perkembangan kebudayaan manusia. Untuk sebagian besar sejarah manusia satu-satunya bentuk transportasi selain berjalan adalah dengan menggunakan hewan peliharaan.
Sejarah transportasi kembali kezaman pra sejarah ketika manusia belajar untuk hidup dalam kelompok dan melakukan perjalanan secara ekstentif  untuk mencari makan dan tempat tinggal.
Pada awal mulanya, untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain manusia hanya berjalan kaki. Hal itu berlangsung waktu lama, jauh sebelum masehi.Jalan kaki ini berlangsung kira-kira ketika bumi masih dalam zaman purba. Dimana  manusia-manusianya belum mengenal alat transportasi. Tujuan mereka pindah pada umumnya adalah untuk mencari makanan (berburu) dan migrasi  tempat yang aman.
Perkembangan alat transportasi darat bermula pada zaman dimana ketika manusia yang ingi memenuhi kebutuhan untuk perang dan berdagang. Alat transportasi darat yang pertama kali digunakan adalah dengan menunggangi  hewan. Hewan -hewan tersebut antara lain adalah keledai, kuda, unta, lembu,dan gajah. Gajah juga digunakan sebagai kendaraan angkut seorang raja atau kaisar pada masa itu.
           Perkembangan transportasi dari waktu kewaktu berkembang. Saat ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya  transportasi lebih maju  dibandingkan dengan masa lalu. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi transportasi sekarang telah mengalami perubahan yang sangat pesat. (Http://Repository,upi,edu/operator/s.geo 060038 chapter 2

Kegiatan Transportasi

Transportasi memberikan kegunaan tempat, hal ini dapat kita lihat misalnya pemindahan barang-barang  dari suatu tempat ketempat lainnya, yang mana nilai dari pada barang tersebut  dirasakan lebih bermanfaat bila dibandingkan dengan kegunaan tempat asalnya.
Seperti diketahui bahwa pengertian transportasi pada umumnya sebagai pemindahan barang-barang dan manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Demikian pula dalam kegiataan darat adalah sama. Baik dari segi hasil yang diterimanya dari pemakai fasilitas angkutan tersebut adalah berupa uang atau benda-benda lainnya menurut ketentuan peraturan yang ditetapkan hanya perbedaannya terletak pada sarana angkutan yang digunakan sebagai alat angkutnya.
Kegiatan transportasi mutlak ditentukan tentang tarif  angkutan pada setiap suatu barang atau orang  karena itu, untuk mencapai arus transportasi yang baik mestinya membutuhkan biaya tata naga (Burhan dalam prayitno, 1985). Hal ini perlu diharapkan agar kontinuitas arus transportasi dapat terjamin keselamatan.
Dalam  rangka pertukaran barang atau jasa antar wilayah, arus transportasi mempunyai pengaruh yang penting dalam pengembangan pemasaran, kelancaran transportasi dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah pemasaran dan sekaligus dapat membuka isolasi dari berbagai kawasan ini dapat dilihat dari:
1.    Memudahkan kontak langsung dengan dunia luar terutama dalam hal penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pembangunan.
2.    Arus balik barang kebutuhan semakin lancar dan dapat menekan usaha spesialisasi diantara pihak-pihak tertentu.
Tidak ada suatu negara yang dapat berkembang jika tidak membina sistem pengakutan secara mantap. Karena faktor angkutan memegang peranan penting dalam peningkatan dan kemajuan suatu masyarakat. Pengangkutan sebagai hal alternatif utama dalam pemindahan barang angkutan dan juga termasuk manusianya dari tempat satu ketempat lain.

Konsep Transportasi

B.    Konsep Transportasi
Transportasi mencakup bidang yang sangat luas karena hampir seluruh kehidupan manusia tidak terlepas dari kegiataan transportasi. Transportasi tumbuh dan berkembang sejalan majunya tingkat kehidupan dan budaya manusia. Kehidupan masyarakat yang maju di tandai dengan mobilitas yang tinggi dengan tersedianya fasilitas dan prasarana yang cukup memadai.
Dalam membahas  dan menelah suatu masalah sangat diperlukan berbagai pemikiran dan konsepsi. Oleh karena itu didalam penelitian ini digunakan landasan teoritik mengenai transportasi, maka akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli sebagai berikut :
Sebagaimana dikemukakan oleh Widyahartono (1986:15) mengatakan bahwa transportasi memungkinkan pemindahan sistematis manusia dan barang dari dari satu tempat ketempat lain. Jelas merupakan hal yang sangat pokok bagi interaksi dalam sistem distribusi barang.
Pengertian transportasi yang dikemukakan diatas memberikan kerangka pemahaman atau pemikiran terhadap beberapa teori mengenai transportasi. Beberapa  diantara teori tersebut disebutkan oleh Siregar (1990:68) mengatakan bahwa transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Dari pengertian ini terlihat hal-hal sebagai berikut: a) ada muatan yang diangkut, b) tersedianya kendaraan sebagai alat angkut, c) ada jalan tempat dilalui oleh angkut darat tersebut.
Selanjutnya, berbicara mengenai transportasi merupakan sarana yang dapat memindahkan orang maupun barang-barang keperluan manusia yang tidak terlepas dari adanya faktor ekonomi. Hal ini dikemukakan oleh Kamaludin (1997:68)  bahwa “transportasi atau angkutan merupakan sarana ekonomi berfungsi untuk menunjang pemindahan sesuatu (manusia, hewan dan barang ) dari suatu tempat asal ketempat tujuan dengan maksud untuk menciptakan kegunaan tempat (place utility) dan kegunaan waktu (time utility).
Berkaitan dengan hal diatas, Kamaludin (1997:68) mengutip pendapat Bonovia yang mengatakan bahwa ”transportasi memilki fungsi untuk membawa commodities (barang-barang) dari tempat-tempat dimana marginal utility-nya ketempat yang marginal utility relatif tinggi ”hal ini mengandung arti bahwa transportasi merupakan suatu kegiataan produksi karena menciptakan guna seperti: kegunaan tempat dan kegunaan waktu.

Konsep Pengembangan

A.    Konsep Perkembangan
Manusia dalam perkembangan melewati beberapa tahapan, sehingga manusia disebut manusia berbudaya. Kehidupan manusia pada umumnya bergantung kondisi hasil-hasil alam yang memilikinya sehingga manusia mampu bersaing dan menjadi menjadi berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu masyarakat tersebut.
Secara etimologis perkembangan berasal dari kata kembang sebagaimana dikemukakan oleh W.J.S Poerwardaminta bahwa”berkembang” berarti terbuka menjadi besar dan luas atau menjadi sempurna banyak  dan maju (1983:473).
Perkembangan adalah suatu upaya untuk memajukan usaha atau hasil produksinya terhadap konsumen. Dengan demikian jelas bahwa perkembangan dipengaruhi oleh waktu yang terkait dalam kehidupan lingkaran sejarah manusia. .Hal ini membuktikan bahwa perkembangan berjalan secara dinamis menuju arah yang lebih baik dan sejarahlah yang dijadikan dasar berpijak dari setiap perkembangan seperti yang dikemukakan oleh Alexandro D.Xenopal dalam Gazalba, (1981:4) : bahwa “sejarah mengambil urutan sebagai bahan pokok penyelidikan, urutan yang dimaksud adalah perkembangan dalam pengertian perubahan”.
Dengan beberapa konsep tersebut menunjukan bahwa perkembangan dipengaruhi oleh gerak sejarah karena keterlibatan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya, sehingga tercipta keserasian menuju suatu kemajuan karena adanya pengaruh luar yang masuk dan berkembang.

Rabu, 06 Juni 2012

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANGUNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila
dan UndangUndang
Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan perekonomian nasional opada era
globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ jasa yang
memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan
kepastian atas barang dan/jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari
proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah dan
keamanan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar;
d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen
perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang
bertanggung jawab;
e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan
konsumen di Indonesia belum memadai
Halaman 1
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan
perangkat peraturan perundangundangan
untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku
usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;
g. bahwa untuk itu perlu dibentuk undangundang
tentang
perlindungan konsumen.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 UndangUndang
Dasar 1945
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANGUNDANG
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undangundang
ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersamasama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Halaman 2
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang
dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang
akan dan sedang diperdagangkan.
7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah
Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga nonpemerintah
yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat
yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.
11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani
dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk
membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Halaman 3
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hakhaknya
sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Halaman 4
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. hakhak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
Halaman 5
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hakhak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
BAB IV
PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
Halaman 6
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundangundangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan
yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Halaman 7
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri
kerja atau aksesori
tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan katakata
yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Halaman 8
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan;
a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah
telah memenuhi standar mutu
tertentu;
b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah
tidak mengandung cacat
tersembunyi;
c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain;
d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;
e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjual jasa yang lain;
f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku
Halaman 9
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah
yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain
secara cumacuma
dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan
cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.
Pasal 16
Halaman 10
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga
barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan
mengenai
periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
Halaman 11
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undangundang
ini.
Halaman 12
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
Halaman 13
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar
negeri.
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan
tanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan
pembuktian.
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila:
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun
atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan
contoh, mutu, dan komposisi.
Halaman 14
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang
membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan
perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25
(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam
batas waktu sekurangkurangnya
1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan
yang diperjanjikan.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:
a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan;
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang
disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian
yang diderita konsumen, apabila:
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;
Halaman 15
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggungjawab
pelaku usaha.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 29
(1) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri
teknis terkait.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen.
(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi upaya untuk:
a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha
dan konsumen;
Halaman 16
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c. meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 30
(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundangundangannya
diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
(3) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(4) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(5) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menyimpang dari peraturan perundangundangan
yang berlaku dan membahayakan
konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan
peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(6) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat
disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
(7) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Halaman 17
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal 31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan
Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 32
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik
Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 33
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia.
Pasal 34
(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan
Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen;
d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
Halaman 18
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen
internasional.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35
(1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiriatas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurangkurangnya
15 (lima belas)
orang dan sebanyakbanyaknya
25 (duapuluh lima) orang anggota yang mewakili
semua unsur.
(2) Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
RepublikIndonesia.
(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
selama (3) tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
(4) Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
Halaman 19
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. pelaku usaha;
c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
d. akademis; dan
e. tenaga ahli.
Pasal 37
Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan
f. berusia sekurangkurangnya
30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 38
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:
a. meninggaldunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
f. diberhentikan.
Pasal 39
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen, Nasional dibantu
oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris yang
diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Halaman 20
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 40
(1) Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk
perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
(2) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 41
Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja berdasarkan
tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 42
Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada
anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan
perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IX
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT
Pasal 44
(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat.
Halaman 21
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehatihatian
konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 45
(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Halaman 22
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Pasal 46
(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah
untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban
yang tidak sedikit.
(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Halaman 23
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang
peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
BAB XI
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
(1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II
untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
f. berusia sekurangkurangnya
30 (tiga puluh) tahun.
Halaman 24
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(3) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur
konsumen, dan unsur pelaku usaha.
(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikitdikitnya
3
(tiga) orang, dan sebanyakbanyaknya
5 (lima) orang.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1)
terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota;
b. wakil ketua merangkap anggota;
c. anggota.
Pasal 51
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
sekretariat.
(2) Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan
anggota sekretariat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
Halaman 25
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undangundang
ini;
e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undangundang
ini;
i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undangundang
ini.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.
Pasal 54
(1) Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian
sengketa konsumen membentuk majelis.
Halaman 26
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan sedikitsedikitnya
3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.
(3) Putusan majelis final dan mengikat.
(4) Ketantuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat
keputusan menteri.
Pasal 55
Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam
waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.
Pasal 56
(1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku
usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14
(empatbelas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan
oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan
tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan
perundangundangan
yang berlaku.
(5) Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 57
Halaman 27
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan
eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
Pasal 58
(1) Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (duapuluh satu) hari sejak
diterimanya keberatan.
(2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 59
(1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang
perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undangundang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukm yang diduga
melakukan tindak pidana dibidang perlindungan konsumen;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dibidang perlindungan konsumen;
Halaman 28
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
e. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta
melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.
BAB XIII
S A N K S I
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal
25 dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00
(duaratus juta rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua
Halaman 29
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf
e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f
dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
Halaman 30
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Segala ketentuan peraturan perundangundangan
yang bertujuan melindungi konsumen
yang telah ada pada saat undangundang
ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
undangundang
ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Undangundang
ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundang
ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Halaman 31
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
ttd.
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 42
PENJELASAN
ATAS
UNDANGUNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
I. UMUM
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang
perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang
dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas
yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas
ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batasbatas
wilayah suatu negara,
sehingga barang dan/jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun
produksi dalam negeri.
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena
kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa
sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Disisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang
lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesarbesarnya
oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian
standar yang merugikan konsumen.
Halaman 32
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
Oleh karena itu, Undangundang
Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan
pendidikan konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku
usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan
yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat merugikan
kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembentukan undangundang
yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara
integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para
pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim
berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam
menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Disamping itu, Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya
tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu
dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada
filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan
hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan
Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara UndangUndang
Dasar 1945.
Disamping itu, Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan
merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen,
Halaman 33
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
sebab sampai pada terbentuknya Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini telah
ada beberapa undangundang
yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
a. Undangundang
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undangundang
Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undangundang;
b. Undangundang
Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
c. Undangundang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok
Pemerintahan di Daerah;
d. Undangundang
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
e. Undangundang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
f. Undangundang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
g. Undangundang
Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
h. Undangundang
Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri;
i. Undangundang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
j. Undangundang
Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
k. Undangundang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
l. Undangundang
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
m. Undangundang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
n. Undangundang
Nomor 12 Tahun 1997 tentang perubahan Atas Undangundang
Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undangundang
Nomor 7 Tahun 1987;
o. Undangundang
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undangundang
Nomor
6 Tahun 1989 tentang Paten;
p. Undangundang
Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undangundang
Nomor
19 Tahun 1989 tentang Merek;
q. Undangundang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
r. Undangundang
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
s. Undangundang
Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
t. Undangundang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang
Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual
(HAK) tidak diatur dalam Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah
Halaman 34
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
diatur dalam Undangundang
Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undangundang
Nomor 13 Tahun 97 tentang Paten, dan Undangundang
Nomor 14 Tahun 1997 tentang
Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam
Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undangundang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban
setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Dikemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undangundang
baru yang pada
dasarnya memuat ketentuanketentuan
yang melindungi konsumen. Dengan demikian,
Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan
konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian
dari proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undangundang
ini
adalah konsumen akhir.
Angka 3
Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi,
koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lainlain.
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Halaman 35
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya
perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien,
cepat, murah dan profesional.
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Pasal 2
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima)
asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Halaman 36
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial
lainnya.
Halaman 37
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pelaku usaha dilarang membedabedakan
konsumen dalam memberikan pelayanan.
Pelaku usaha dilarang membedabedakan
mutu pelayanan kepada konsumen.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji
atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Halaman 38
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Jangka waktu penggunaan/ pemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan dari
kata ‘best before’ yang biasa digunakan dalam label produk makanan.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (2)
Barangbarang
yang dimaksud adalah barangbarang
yang tidak membahayakan
konsumen menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Ayat (3)
Sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen
menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Halaman 39
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (4)
Menteri dan menteri teknis berwenang menarik barang dan/atau jasa dari peredaran.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang
memadai sesuai dengan antisipasi permintaan konsumen.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 14
Halaman 40
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan
pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Halaman 41
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Halaman 42
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 22
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cacat timbul di kemudian hari adalah sesudah tanggal yang mendapat jaminan dari
pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standardisasi yang telah
ditetapkan pemerintah berdasarkan kesepakatan semua pihak.
Halaman 43
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah masa garansi
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang bertanggung jawab dengan menteri teknis adalah menteri yang bertanggung
jawab secara teknis menurut bidang tugasnya.
Halaman 44
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (3)
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar
dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei.
Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika
diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lainlain
yang disyaratkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan
dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Halaman 45
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang
tinggi terhadap konsumen (wise consumerism).
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Jumlah wakil setiap unsur tidak harus sama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas
Halaman 46
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Akademis adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan anggota perguruan tinggi.
Huruf e
Tenaga ahli adalah mereka yang berpengalaman di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Sakit secara terus menerus sehingga tidak mampu melaksanakan tugasnya.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Halaman 47
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional
adalah keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional
adalahkeputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memenuhi syarat, antara lain, terdaftar dan diakui serta
bergerak di bidang perlindungan konsumen.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Halaman 48
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup
kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap
diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang
bersengketa.
Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen)
tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak
bertentangan dengan undangundang
ini.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Undangundang
ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok
atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benarbenar
dirugikan dan dapat
dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
Halaman 49
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Tolok ukur kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit yang dipakai
adalah besar dampaknya terhadap konsumen.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang
menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan
konsumen tersebut.
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Unsur konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau
sekelompok konsumen.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Halaman 50
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah bahwa dalam badan
penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Halaman 51
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Halaman 52
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Halaman 53
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 65
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3821
Halaman 54